Sewaktu saya mulai bekerja di Rumah Sakit di Jerman, salah satu hal yang saya kagumi dan sekaligus membuat saya iri adalah sistem pembiayaan pasien. Mengapa demikian? Disini saya banyak menemui pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, atau penyakit kanker yang hidup cukup lama setelah didiagnosis menderita penyakit tersebut. Mereka bisa mendapatkan cuci darah secara rutin, bahkan cangkok ginjal, atau kemoterapi, atau terapi radiasi sampai operasi dengan mudah. Sangatlah kontras sekali bila dibandingkan dengan keadaan di Indonesia. Di Indonesia orang sangatlah takut dengan kata cuci darah atau penyakit kanker. Ada pasien yang sampai habis hartanya, bahkan rumahnya pun dijual untuk biaya pengobatan seperti cuci darah, atau kemoterapi, dan sebagainya.
Hal yang membedakannya adalah di Jerman diberlakukan peraturan pemerintah bahwa setiap warga negara wajib memiliki Assuransi kesehatan. Dan negara pun memberikan solusi untuk rakyatnya yang pas-pasan atau miskin untuk mendapat asuransi kesehatan wajib yang setengah disubsidi oleh pemerintah, karena preminya merupakan potongan langsung dari penghasilan. Bahkan orang asing pun yang mau tinggal di Jerman wajib memiliki Assuransi, minimal assuransi perjalanan untuk kunjungan singkat. Untuk yang mempunyai penghasilan tinggi dan ingin pelayanan lebih dalam bidang kesehatannya bisa membeli Assuransi kesehatan privat yang lebih mahal.
Dari sistem ini pasien dan dokter pun diuntungkan. Contohnya dalam keadaan darurat kecelakaan di jalan raya misalnya, siapa pun bisa menelepon Ambulan, dan Ambulan tersebut dengan sigap datang membantu tampa bertanya siapa nanti yang membayar. Lalu ketika sampai ke Unit Gawat Darurat, tidak perlu ditanyai keluarga pengantarnya mana, dan uang jaminannya untuk perawatan sekian juta harus dibayar dimuka. Cukup memberikan kartu Assuransinya. Dokter yang menanganinya pun lebih dimudahkan. Mau pasang infus, memberi obat yang harganya mahal (selama dicakup oleh Assuransi) tidak perlu berpikir dan menimbang-nimbang, antara menyelamatkan pasien, atau ditegur menegement Rumah Sakit karena ternyata pasien tidak mampu membayar obatnya.
Sepertinya Indonesia pun sudah saatnya memikirkan sistem pembiayaan pasien yang sesuai untuk diterapkan bagi rakyat Indonesia. Daripada dipakai subsidi dengan cara Askeskin, yang nyatanya banyak juga diselewengkan oleh oknum kerabat pejabat dan sebagainya.
Sistem Assuransi kesehatan ini hanya merupakan salah satu metode pembiayaan pasien yang ada. Saya masih ingat sewaktu mendapat kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat di bangku kuliah mendapat materi kuliah pembiayaan pasien ini. Semoga saja tidak hanya menjadi wacana di Mata kuliah, tetapi bisa dijadikan kenyataan di bumi Indonesia.
"Sedialah Payung Sebelum Hujan"
Hal yang membedakannya adalah di Jerman diberlakukan peraturan pemerintah bahwa setiap warga negara wajib memiliki Assuransi kesehatan. Dan negara pun memberikan solusi untuk rakyatnya yang pas-pasan atau miskin untuk mendapat asuransi kesehatan wajib yang setengah disubsidi oleh pemerintah, karena preminya merupakan potongan langsung dari penghasilan. Bahkan orang asing pun yang mau tinggal di Jerman wajib memiliki Assuransi, minimal assuransi perjalanan untuk kunjungan singkat. Untuk yang mempunyai penghasilan tinggi dan ingin pelayanan lebih dalam bidang kesehatannya bisa membeli Assuransi kesehatan privat yang lebih mahal.
Dari sistem ini pasien dan dokter pun diuntungkan. Contohnya dalam keadaan darurat kecelakaan di jalan raya misalnya, siapa pun bisa menelepon Ambulan, dan Ambulan tersebut dengan sigap datang membantu tampa bertanya siapa nanti yang membayar. Lalu ketika sampai ke Unit Gawat Darurat, tidak perlu ditanyai keluarga pengantarnya mana, dan uang jaminannya untuk perawatan sekian juta harus dibayar dimuka. Cukup memberikan kartu Assuransinya. Dokter yang menanganinya pun lebih dimudahkan. Mau pasang infus, memberi obat yang harganya mahal (selama dicakup oleh Assuransi) tidak perlu berpikir dan menimbang-nimbang, antara menyelamatkan pasien, atau ditegur menegement Rumah Sakit karena ternyata pasien tidak mampu membayar obatnya.
Sepertinya Indonesia pun sudah saatnya memikirkan sistem pembiayaan pasien yang sesuai untuk diterapkan bagi rakyat Indonesia. Daripada dipakai subsidi dengan cara Askeskin, yang nyatanya banyak juga diselewengkan oleh oknum kerabat pejabat dan sebagainya.
Sistem Assuransi kesehatan ini hanya merupakan salah satu metode pembiayaan pasien yang ada. Saya masih ingat sewaktu mendapat kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat di bangku kuliah mendapat materi kuliah pembiayaan pasien ini. Semoga saja tidak hanya menjadi wacana di Mata kuliah, tetapi bisa dijadikan kenyataan di bumi Indonesia.
"Sedialah Payung Sebelum Hujan"