12 September 2010

Ketika Nyawa bisa "Diperpanjang"

Pernahkah anda mendengar tentang ICD (Implantable Cardioverter Defibrillators). Sebuah kotak kecil yang dapat ditanamkan di bawah kulit atau otot dada, yang memantau irama jantung 24 jam sehari 7 jam seminggu tanpa henti. Dan ketika terjadi gangguan pada irama jantung yang menyebabkan jantung berhenti bekerja (ventrikular tachykardie atau ventrikular fibrilasi) maka alat ini dapat memberikan kejut listrik secara otomatis yang dapat menghentikan gangguan irama tersebut dan membuat jantung bekerja kembali. Atau pada saat irama jantung terlalu lambat atau bahkan berhenti sama sekali (asistolie) maka alat ini dapat memberikan impuls sinyal listrik yang dapat memacu jantung bekerja kembali. Dengan kata lain selama alat ini berfungsi maka dia tidak akan membiarkan jantung berhenti bekerja.
Selama 4 bulan terakhir saya di bagian Rhytmology, saya sudah beberapa kali melihat pasien yang menggunakan alat ini tertolong nyawanya. Tetapi kadang hal ini menjadikan dokter serba salah. Mengapa demikian? pada pasien yang kondisinya sudah kritis, contohnya pada pasien yang menderita tumor stadium akhir dan sebelumnya sudah terpasang alat ini, kembali "tersambung nyawanya" walaupun jantungnya telah berhenti. Padahal pasien tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk di terapi, tetapi ICD ini tidak membiarkan jantung berhenti.
Dan bila ingin memutuskan untuk menghentikan alat ini juga menimbulkan sebuah masalah. Siapa yang berhak memutuskan untuk memberhentikan alat ini. Terlebih bila ditinjau dari sisi hukum. Hal yang sama ketika pasien sudah vegetatif dan hidup hanya karena ventilator dan obat2an di ICU.
Di sisi lain untuk pasien yang masih muda dan produktif tetapi menderita gangguan irama jantung, alat ini sangatlah menolong. Sungguh sulit memang memutuskan apabila pasien termasuk ke dalam kelompok yang di-indikasi-kan untuk menerima alat ini. Tidak sedikit juga yang menolak.
Kemajuan teknologi memang selalu seperti dua sisi mata uang, ada sisi positif dan ada sisi negatif. Semuanya kembali kepada manusia sendiri untuk menentukan. Tetapi bila urusannya sudah menyangkut nyawa keputusan itu sangatlah sulit.

02 June 2010

Upgrading my loudsepaker.

Disini saya mempunyai sepasang Speaker flour standing yang saya beli bekas dari eBay. Memang bukan Speaker kelas mahal, tetapi suaranya tidak terlalu jelek. Untuk meningkatkan kualitas suara saya membeli kapasitor merk Visaton untuk menggantikan kapasitor bawaan di Crossovernya. Setelah penggantian hasilnya cukup lumayan juga. Detail Vocal cukup meningkat. Mid dan Bass terasa lebih jelas. Biasanya kapasitor membutuhkan waktu beberapa puluh jam pemakaian untuk "break in", dan biasanya akan terjadi peningkatan kualitas suara setelahnya. Kita tunggu saja.
Untuk kabel speaker saya baru saja membeli 3 meter kabel Monster cable seri Superflat mini minggu lalu untuk menggantikan kabel speaker standar + kepangan CAT5.Saya masih berangan-angan untuk membuat speaker sendiri. Mungkin di tahun-tahun mendatang, harus disesuaikan dengan budget dan ketersediaan waktu juga.

Sebelum Penggantian

Kapasitor yang baru

Perbandingan Kapasitor lama dan baru. Kapasitor baru mempunyai ukuran lebih besar untuk ukuran kapasitas yang sama.

Setelah Penggantian




Next Step - Pace Maker & ICD

Minggu lalu merupakan minggu terakhir saya di bagian Echocardiography. Tak terasa memang sudah 8 Bulan saya ikut "bekerja" di bagian ini, dengan sekitar 2111 laporan (pemeriksaan) yang saya kerjakan, termasuk stress Echo, TEE 2D dan 3D. Pada saat-saat terakhir pun saya cukup beruntung bisa mendapat kesempatan melakukan proyek penelitian bersama kepala pelakasana di bagian Echo tentang 3D TEE (yang saat ini masih merupakan tahap awal dengan studi literatur dan pembuatan protokol penelitian). Semua hal tersebut benar-benar banyak menyita waktu saya selama ini, sehingga tulisan di Blog ini pun drastis berkurang.
Awal bulan ini saya pindah ke bagian berikutnya, Klinik Pace Maker & ICD (Schrittmacher und ICD Ambulanz / Klinik Pacu Jantung dan Defibrilator) yang merupakan bagian dari Group Rhytmology. Bagian ini sebenarnya merupakan pilihan saya pribadi, karena dokter kepala yang bertanggungjawab terhadap rotasi saya cukup membebaskan bagian mana yang saya pilih. Saya pikir bagian Rhytmology ini cukup penting dalam penanganan pasien dengan penyakit jantung. Semua pasien yang datang ke klinik jantung pasti akan mendapatkan minimal pemeriksaan EKG (Electro Cardiogram / rekaman grafik elektrik jantung). Dan cukup banyak yang mempunyai kelainan irama Jantung seperti AV-Block, Atrial tachykardie, Atrial fibrilasi, dan sebagainya. Pasien-pasien dengan kelaian irama jantung ini bila indikasinya terpenuhi akan mendapatkan implantasi alat pacu jantung yang diharapkan dapat membantu meregulasi kelainan irama jantung, selain pilihan terapi lain seperti ablasi, isolasi vena pulmonalis, atau hanya dengan obat-obatan yang optimal. Selain itu banyak juga pasien yang mengalami "lemah jantung" atau decompensatio cordis dengan ejection fraction kurang dari 35% mendapatkan implantasi alat defibrilasi. Menurut penelitian pada pasien decompensatio cordis sudah didapatkan juga banyak kelainan-kelainan irama jantung yang timbul akibat perubahan struktur otot jantung sendiri (akibat infrakt, dan sebagainya). Kelainan irama jantung ini dapat berbahaya dan mengancam (sampai terjadi henti jantung), misalnya Ventrikular tachykardie atau sampai Ventrikular fibrilasi. Kejadian ini akan memicu alat defibrilasi ini untuk mengeluarkan impuls listrik yang berusaha menetralisir irama jantung. Alat defibrilasi ini juga dapat berperan ganda sebagai pacu jantung yang dapat mengambil alih irama jantung bila terdapat kelainan misalnya bradykardie (irama jantung yang lambat).
Di bagian baru ini saya akan mempelajari segala sesuatu tentang 2 alat ini terlebih dahulu, dan mungkin kemudian berlanjut pada kemungkinan terapi lainnya di bagian Rhytmology ini. Kesulitan awal yang langsung terasa adalah banyaknya alat pemeriksaan yang masing-masing berbeda, tergantung dari merk dan tipe alat yang dipasang, walaupun protokolnya sebenarnya sama tetapi perbedaan GUI (Graphic User Intervace) pada masing-masing alat cukup membuat bingung juga.
Kesulitan yang akan saya hadapi di Indonesia nanti tentang alat pacu jantung dan ICD ini adalah masalah biaya, karena biaya pemasangan dan pemeliharaan kedua alat ini tidaklah murah. Untuk pemasangan saja membutuhkan biaya sekitar 10-35 ribu Euro tergantung dari jenis alat yang dipasang. Pemeriksaan pun dilakukan cukup rutin sekitar 3-6 bulan sekali bila tidak ada masalah. Dan alat ini membutuhkan pergantian bila batery sudah lemah, biasanya setelah sekitar 6-8 tahun, tergantung pemakaian. Untuk pasien di Jerman sendiri seluruh biaya ini ditanggung oleh Assuransi. Mudah-mudahan Pemerintah dapat memikirkan cara pembiayaan kesehatan masyarakat Indonesia kelak.

"Whether a pacemaker or defibrillator (ICD). you have a paramedic on board now!"

01 May 2010

3D Echocardiography

Beberapa waktu yang lalu saya sempat menonton film Avatar dalam format 3D (Tiga Dimensi). Cukup menghibur dan mengagumkan juga kalau film dibuat secara 3D, dimana kita bisa merasakan dimensi kedalaman dari gambar yang ditayangkan, sehingga terasa kita berada di dalam film tersebut. Di jaman sekarang, ternyat 3D tidak hanya dimonopoli oleh dunia Hiburan saja. Di dunia kedokteran pun 3D ini cukup berkembang. Salah satu yang baru beberapa bulan terakhir ini saya pelajari adalah 3D Echocardiography (USG Jantung secara tiga dimensi). Dengan teknik ini kita dapat melihat dan mempelajari struktur dari jantung secara lebih jelas dan detail. Bahkan salah satu merk alat Echocardiography menyediakan juga kacamata 3D untuk memperoleh kesan kedalaman yang lebih baik (walaupun menurut saya masih belum terlalu memuaskan untuk kesan kedalamannya, karena masih memakai teknik separasi warna dengan kacamata yang berwarna merah dan biru, bukan dengan polarisasi seperti yang dipakai di bioskop masa kini). Echocardiography tiga dimensi ini bisa dilakukan dari luar (trans thorakal echocardiography/TTE) atau melalui tenggorokan (trans esophageal echocardiography/TEE).
secara kualitas gambar TEE lebih baik dibandingkan TTE, tetapi TEE lebih invasif karena probe harus masuk ke dalam tengorokan (mirip seperti proses endoskopi).
Hal yang paling umum saya lakukan disini dengan 3D TEE adalah pencitraan dari katup jantung (dalam hal ini katup mitral), yang dilakukan sebelum dan sesudah pemasangan klip pada katup tersebut sebagai terapi pada kebocoran katup mitral, atau untuk menilai derajat kerusakan pada katup.
Kendala dari pemeriksaan ini adalah mahalnya probe 3D. Untuk probe 3D-nya saja harganya sudah sekitar 90.000€ tidak termasuk dengan mesin Echocardiographynya.
Selain dipakai di Echocardiography, teknik 3D juga sudah mulai diterapkan pada rekonstruksi jantung lewat MRI, sehinggal selain gambaran potongan jantung, kita dapat juga melihat jantung secara utuh, dan bisa dimanipulasi (diputar, pemotongan, dan sebagainya).
Mungkin tidak lama lagi kita dapat melihat organ tubuh hasil scaning secara holografik seperti di film science fiction.

"Forschung ist die beste Medizin" (Penelitian adalah pengobatan yang terbaik)

19 January 2010

Backpacking

Mengisi liburan dapat dilakukan dengan berbagai macam hal, salah satunya adalah bertualang ke tempat yang baru, alias jalan-jalan atau traveling. Banyak macam pilihan yang dapat diambil untuk melakukan kegiatan yang satu ini. Mulai dari ke gunung atau ke pantai, dari bersama-sama teman, keluarga maupun sendirian, dari mengatur segalanya sendiri sehingga murah alias backpacking sampai membeli paket liburan yang mewah ke agen perjalanan. Semuanya ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada kesempatan ini sesuai dengan judulnya saya ingin membicarakan tentang pengalaman Backpacker saya. Marilah kita telaah satu persatu.
Berjalan-jalan dengan travel agen adalah liburan yang nyaman. Semuanya telah diatur oleh sang agen. Mulai dari bangun pagi, sarapan, kendaraan menuju tempat wisata, tiket masuk pertunjukan dan museum, makan siang, makan malam, tempat belanja, sampai ke hotel berikutnya di malam harinya. Kadang kala di tempat tertentu hanya bisa dimasuki bila anda mengikuti sebuah tour dari travel agen ini. Anda pun dijamin tidak akan melewatkan segala objek wisata yang sudah dipilih sesuai dengan paket liburan pilihan anda. Anda pun bisa mendapat teman-teman baru yang mengikuti paket liburan yang sama dengan anda. Tetapi dibalik itu ada juga kekurangan dari sistem liburan ini. Semua diatur berdasarkan kepentingan kolektif. Jadi anda tidak bisa meminta lebih lama di suatu tempat yang anda suka, atau cepat-cepat pergi di tempat yang membosankan, karena keinginan para anggota yang berbeda-beda dan semuanya harus bisa diakomodasi oleh pelaksana tour ini. Anda pun harus menyiapkan uang lebih untuk memberi tip misalnya, disamping sudah membayar biaya tour. Tetapi bila dibilang mahal sebenarnya tidak benar juga. Untuk mendapatkan fasilitas yang sama dengan Tour tanpa mengikuti paket perjalanan dari Travel agen biasanya akan lebih mahal. Hal ini karena Travel agen memperoleh keringanan biaya karena membawa banyak orang.
Alternatif dari mengikuti Tour dari Travel agen adalah merencanakan semua libuaran anda sendiri alias Backpacking. Tidak seperti Tour yang dibicarakan diatas, Backpacker harus menyiapkan semuanya sendiri, mulai dari merencanakan waktu, membeli tiket, mencari informasi tentang tempat yang dituju, memesan tempat penginapan, mencari makan, dan sebagainya. Semuanya memang lebih repot, tetapi kerepotan ini membawa keuntungan tersendiri dari Backpacking ini. Pertama anda akan lebih tahu tentang tempat yang dituju, sehingga sudah mengerti kurang lebih apa yang akan dilihat, dan bila menganggap sesuatu tidak menarik anda dengan bebas bisa memilih untuk tidak mengunjunginya dan menuju langsung ke tempat-tempat yang anda sukai. Kedua anda memperoleh kebebasan yang sangat besar dalam memilih makanan. Selama saya melakukan perjalanan saya sering memperoleh makanan-makanan yang enak dan khas daerah yang dituju yang ditemukan di kios-kios kecil atau kios di pinggir jalan yang tidak mungkin akan didapatkan bila anda mengikuti Tour. Kefleksibelan waktu pun menjadi keuntungan sendiri bagi Backpacker. Kadang waktu liburan ada bisa disesuaikan dengan waktu off seasson (waktu dimana tidak banyak wisatawan yang mengunjungi tempat tersebut), dimana biasanya hotel dan tiket perjalanan bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah, dan suasana tempat wisata tersebut tidak terlalu ramai (sangat berguna bila anda mencari tempat wisata untuk mendapatkan ketenangan). Bagi saya yang menyenangi dunia Fotografi, perjalanan dengan cara Backpacking ini pun memberikan keleluasaan lebih untuk saya melakukan hobi saya ini. Dapat terbayang dalam benak saya akan sangat menyebalkan sekali bila sedang asik-asiknya memotret dan belum puas sudah dipanggil pemandu Tour untuk meninggalkan tempat tersebut. Selain itu dengan Backpacking saya bisa pergi ke tempat-tempat yang masih jarang dikunjungi wisatawan lainnya dan mendapatkan suasana yang lebih asri dan alami. Dan yang terakhir Backpacking ini memberikan kepuasan tersendiri, karena semua dilakukan sendiri dengan kerja keras dan usaha sendiri untuk mewujudkan liburan impian kita sendiri.
Tetapi ada beberapa kelemahan juga dari sistem liburan Backpacking ini. Masalah pertama biasanya datang dari masalah komunikasi, yaitu bahasa. Bahasa Inggris adalah bahasa mutlak yang harus dikuasai bila ingin backpacking ke luar negri, tetapi di negara-negara yang penduduknya jarang menggunakan bahasa Inggris, komunikasi menjadi masalah tersendiri. Contohnya di Jerman atau Perancis masih banyak penduduk yang enggan memakai bahasa inggris untuk komunikasi, di daerah asia masih banyak juga penduduk yang sama sekali tidak mengerti bahasa asing. Masalah kedua adalah keamanan. Ada tempat-tempat tertentu yang sangat tidak aman dan tidak dianjurkan untuk bepergian sendirian, sehingga kehadiran seorang pemandu wisata adalah hal yang mutlak. Kesulitan lain yang mungkin dialami adalah masalah dokumen perjalanan seperti Visa dan lainnya. Untuk Tour di Travel agen biasanya hal ini sudah dicakup atau minimal dibantu penyelesaiannya secara kolektif oleh Travel agen tersebut. Tetapi para Backpacker harus menyelesaikan semuanya sendiri pula.
Setidaknya inilah nilai positif dan negatif dari Backpacking yang saya alami. Mudah-mudahan dapat berguna juga untuk anda dalam merencanakan perjalanan wisata anda selanjutnya.