Sudah dua hari terahir ini saya stress belajar untuk ujian Kompetensi profesi Dokter hari ini. Dengan lulus dari ujian ini maka Ijazah saya akan diakui di Jerman, dan saya bisa mendapat ijin kerja yang sebenarnya. Materi yang diujikan adalah ilmu penyakit dalam, ilmu bedah, patologi, dan mikrobiologi. Ujian diselengarakan di Freiburg, Jerman.
Dalam beberapa minggu terahir ini saya membaca lagi buku-buku dari materi yang diujikan dalam bahasa Jerman. Mengapa, yang saya takutkan saya tidak bisa menjawab karena tidak tahu tapi karena tidak tahu istilahnya dalam bahasa Jerman. Lalu membaca semua bahan tersebut sebenarnya hanya mengulang, karena 85% isi bukunya kira-kira sama dengan yang saya dapatkan selama kuliah. Tapi entah mengapa saya benar-benar tidak yakin dengan ujian ini. Entah karena takut dengan istilah, sudah lama tidak pernah ujian lagi, tidak siap dengan materi, gosip bahwa ujian ini sulit dan sering ada yang tidak lulus, atau karena takut bahwa dasar kedokteran di Jerman lebih sulit dibanding di Indonesia.
Akhirnya pada waktunya (Jumat pagi hari ini) saya pasrah saja. Dalam pikiran saya pokoknya saya sudah berusaha belajar, tinggal menjalani saja. Hasilnya bagaimana yah saya terima saja, toh hasil usaha saya yang semaksimal mungkin.
Pagi hari bangun agak sedikit telat, karena kemarin malamnya tidur agak larut... lalu beres-beres dan sarapan... setelah siap, masih ada waktu sedikit, jadi dipakai baca lagi...
Pukul 9:30 saya pun meninggalkan rumah menuju Station kereta berjalan kaki. di Station sambil menunggu kereta datang lanjutkan lagi membaca. Di kereta saya tidak bisa lagi membaca, karena saya selalu akan pusing kalau membaca di mobil atau kereta... jadi relax saja, sambil mendengarkan lagu dari iPhone.
Setelah berganti-ganti kereta, akhirnya tiba juga di kota Freiburg. Saya tiba 3 jam lebih awal dari jadwal ujian. Karena sudah lapar saya putuskan untuk makan siang dulu di McD, menunya paket texas pork bbq. Lalu saya menuju tempat ujian di Universitätklinikum Freiburg. Setiba disana ruang ujiannya masih terkunci. Yah saya membaca lagi saja deh (dapat dikatakan cuma melihat sekilas saja, atau menscan buku, karena cuma dibaca yang saya kira-kira penting untuk dibaca saja). 1 Jam sebelum ujian mulai para penguji mulai berdatangan satu persatu. Semuanya Profesor (OMG). Tapi saya tetap duduk membaca di bangku taman di seberang ruang ujian sampai waktu ujian yang tertera di surat undangan ujian. Lalu 5 menit sebelum ujian saya masuk ke ruangan, dan tak lama pun dipanggillah saya oleh salah seorang profesor. Setelah saling menyapa para profesor ini ternyata ramah-ramah juga (tidak seperti waktu ujian di RSI dimana pengujinya belum apa-apa sudah galak duluan). Tapi walaupun begitu masih saja tetap agak grogi. Irama jantung pun menjadi sinus tachykardi a.k.a. berdebar-debar. Ya pertanyaan pun dimulai dari bagian patalogi. Pertanyaannya selalu sambung menyambung, tampa jeda. Begitu dijawab keluar pertanyaan baru. Makin lama serasa temponya makin cepat. Irama jantung pun semakin cepat. Dan yang saya takutkan tentang masalah bahasa ternyata terjadi juga walaupun masalahnya tidak begitu besar. Saya tidak tahu apa istilah untuk epitel gepeng dan epitel silindris dalam bahasa Jerman. Di buku yang saya baca pun rasanya tidak dibahas, atau mungkin ditulis tapi saya tidak mengindahkannya. Pertanyaan pun berlanjut dengan ilmu penyakit dalam, ilmu bedah dan terahir mikrobiologi dan virologi. Yang saya merasa yakin benar-benar bisa sebenarnya yang bagian Jantung dan pembuluh darah saja, karena saya selalu menangani pasien dengan masalah jantung dan pembuluh darah, baik sewaktu bekerja di ICU di RS MAL di Cimahi Indonesia, atau di Heidelberg ini. Pertanyaan lain yah secara garis besar bisa dijawab tapi ada kesalahan-kesalahan kecil di saat pertanyaan mulai mendetail. Kadang ada juga pertanyaan yang kurang dimengerti, sehingga beberapa kali minta diperjelas pertanyaannya. Tapi kadang di pertanyaannya sendiri sudah ada clue untuk jawabannya.
Setelah semua pertanyaan selesai diajukan saya pun diminta meninggalkan ruangan. kira-kira 3 menit kemudian saya pun kembali dipanggil masuk, setelah masuk ke ruang ujian saya diberi selamat dan diberitahu bahwa saya Lulus. saya masih ingat kata-katanya, kira-kira seperti ini: "Herzlichen Glückwunsch, Sie haben den Test bestanden. Viel Erfolgt." Saya pun berterimakasih dan bersalaman dengan para Profesor penguji, lalu kembali meninggalkan ruangan." Rasanya masih seperti tidak percaya saya bisa lulus.
Lalu saya pun kembali menuju Heidelberg. Diperjalanan saya sempat mampir dan jalan-jalan dulu di Offenburg melepas stress saya beberapa minggu terakhir ini.
Di kereta saya berpikir lagi. Ujian tadi memang sulit, tetapi tidak sesulit seperti yang saya bayangkan sebelumnya, karena sebenarnya ilmu yang diajarkan selama kuliah kedokteran di Indonesia hampir sama seperti yang diajarkan di Jerman, tapi kenapa Kedokteran Indonesia sepertinya selalu ketinggalan dari negara-negara di luar negri. Analisa saya mungkin karena Kedokteran Indonesia hampir 80-90% merupakan jiplakan ilmu dari Amerika atau Eropa, dengan bahan dasar Text Book keluaran Amerika atau Eropa, yang merupakan update ilmu dulu dengan jurnal yang sudah beredar kurang lebih 5 tahun. Dan bila text Book tersebut merupakan hasil terjemahan ke bahasa Indonesia, maka akan ketinggalan kira-kira 8-10 tahun. Walaupun dasarnya masih sama tapi updatenya akan selalu tertinggal. Belum lagi jika para pengajar tidak mau mengupdate ilmunya. Malah murid yang ilmunya up to date bisa-bisa disalahkan jawabannya. Faktor lainnya mungkin juga karena lemahnya penelitian tentang kedokteran di Indonesia. Disini (Jerman) di Rumah sakit pendidikan, selain menangani pengobatan pasien, dokter-dokternya pun rajin membuat penelitian, tentang keefektifan terapi, data pasien yang ditangani, sampai penelitian ke tingkat biologi molekular. Di Indonesia penelitian ini sepertinya sulit berjalan lancar. Pertama masalah dana, dan berikutnya mentalitas para pembimbing penelitian yang ingin selalu hasil yang signifikan. Kalau mendapat hasil yang tidak signifikan maka penelitian dianggap gagal. Jadi tak heran kalau di Indonesia masih terdapat juga manipulasi-manipulasi data untuk hasil penelitian.
Yah saya hanya bisa berharap mudah-mudahan Indonesia bisa membuka mata, tidak hanya mengambil hasil dari peneliti di Luar Negri, tetapi meneliti sendiri juga. Dan saya berharap juga bahwa ilmu kedokteran di Indonesia akan semakin maju, dan semakin bisa diakui di luar negri.
Dalam beberapa minggu terahir ini saya membaca lagi buku-buku dari materi yang diujikan dalam bahasa Jerman. Mengapa, yang saya takutkan saya tidak bisa menjawab karena tidak tahu tapi karena tidak tahu istilahnya dalam bahasa Jerman. Lalu membaca semua bahan tersebut sebenarnya hanya mengulang, karena 85% isi bukunya kira-kira sama dengan yang saya dapatkan selama kuliah. Tapi entah mengapa saya benar-benar tidak yakin dengan ujian ini. Entah karena takut dengan istilah, sudah lama tidak pernah ujian lagi, tidak siap dengan materi, gosip bahwa ujian ini sulit dan sering ada yang tidak lulus, atau karena takut bahwa dasar kedokteran di Jerman lebih sulit dibanding di Indonesia.
Akhirnya pada waktunya (Jumat pagi hari ini) saya pasrah saja. Dalam pikiran saya pokoknya saya sudah berusaha belajar, tinggal menjalani saja. Hasilnya bagaimana yah saya terima saja, toh hasil usaha saya yang semaksimal mungkin.
Pagi hari bangun agak sedikit telat, karena kemarin malamnya tidur agak larut... lalu beres-beres dan sarapan... setelah siap, masih ada waktu sedikit, jadi dipakai baca lagi...
Pukul 9:30 saya pun meninggalkan rumah menuju Station kereta berjalan kaki. di Station sambil menunggu kereta datang lanjutkan lagi membaca. Di kereta saya tidak bisa lagi membaca, karena saya selalu akan pusing kalau membaca di mobil atau kereta... jadi relax saja, sambil mendengarkan lagu dari iPhone.
Setelah berganti-ganti kereta, akhirnya tiba juga di kota Freiburg. Saya tiba 3 jam lebih awal dari jadwal ujian. Karena sudah lapar saya putuskan untuk makan siang dulu di McD, menunya paket texas pork bbq. Lalu saya menuju tempat ujian di Universitätklinikum Freiburg. Setiba disana ruang ujiannya masih terkunci. Yah saya membaca lagi saja deh (dapat dikatakan cuma melihat sekilas saja, atau menscan buku, karena cuma dibaca yang saya kira-kira penting untuk dibaca saja). 1 Jam sebelum ujian mulai para penguji mulai berdatangan satu persatu. Semuanya Profesor (OMG). Tapi saya tetap duduk membaca di bangku taman di seberang ruang ujian sampai waktu ujian yang tertera di surat undangan ujian. Lalu 5 menit sebelum ujian saya masuk ke ruangan, dan tak lama pun dipanggillah saya oleh salah seorang profesor. Setelah saling menyapa para profesor ini ternyata ramah-ramah juga (tidak seperti waktu ujian di RSI dimana pengujinya belum apa-apa sudah galak duluan). Tapi walaupun begitu masih saja tetap agak grogi. Irama jantung pun menjadi sinus tachykardi a.k.a. berdebar-debar. Ya pertanyaan pun dimulai dari bagian patalogi. Pertanyaannya selalu sambung menyambung, tampa jeda. Begitu dijawab keluar pertanyaan baru. Makin lama serasa temponya makin cepat. Irama jantung pun semakin cepat. Dan yang saya takutkan tentang masalah bahasa ternyata terjadi juga walaupun masalahnya tidak begitu besar. Saya tidak tahu apa istilah untuk epitel gepeng dan epitel silindris dalam bahasa Jerman. Di buku yang saya baca pun rasanya tidak dibahas, atau mungkin ditulis tapi saya tidak mengindahkannya. Pertanyaan pun berlanjut dengan ilmu penyakit dalam, ilmu bedah dan terahir mikrobiologi dan virologi. Yang saya merasa yakin benar-benar bisa sebenarnya yang bagian Jantung dan pembuluh darah saja, karena saya selalu menangani pasien dengan masalah jantung dan pembuluh darah, baik sewaktu bekerja di ICU di RS MAL di Cimahi Indonesia, atau di Heidelberg ini. Pertanyaan lain yah secara garis besar bisa dijawab tapi ada kesalahan-kesalahan kecil di saat pertanyaan mulai mendetail. Kadang ada juga pertanyaan yang kurang dimengerti, sehingga beberapa kali minta diperjelas pertanyaannya. Tapi kadang di pertanyaannya sendiri sudah ada clue untuk jawabannya.
Setelah semua pertanyaan selesai diajukan saya pun diminta meninggalkan ruangan. kira-kira 3 menit kemudian saya pun kembali dipanggil masuk, setelah masuk ke ruang ujian saya diberi selamat dan diberitahu bahwa saya Lulus. saya masih ingat kata-katanya, kira-kira seperti ini: "Herzlichen Glückwunsch, Sie haben den Test bestanden. Viel Erfolgt." Saya pun berterimakasih dan bersalaman dengan para Profesor penguji, lalu kembali meninggalkan ruangan." Rasanya masih seperti tidak percaya saya bisa lulus.
Lalu saya pun kembali menuju Heidelberg. Diperjalanan saya sempat mampir dan jalan-jalan dulu di Offenburg melepas stress saya beberapa minggu terakhir ini.
Di kereta saya berpikir lagi. Ujian tadi memang sulit, tetapi tidak sesulit seperti yang saya bayangkan sebelumnya, karena sebenarnya ilmu yang diajarkan selama kuliah kedokteran di Indonesia hampir sama seperti yang diajarkan di Jerman, tapi kenapa Kedokteran Indonesia sepertinya selalu ketinggalan dari negara-negara di luar negri. Analisa saya mungkin karena Kedokteran Indonesia hampir 80-90% merupakan jiplakan ilmu dari Amerika atau Eropa, dengan bahan dasar Text Book keluaran Amerika atau Eropa, yang merupakan update ilmu dulu dengan jurnal yang sudah beredar kurang lebih 5 tahun. Dan bila text Book tersebut merupakan hasil terjemahan ke bahasa Indonesia, maka akan ketinggalan kira-kira 8-10 tahun. Walaupun dasarnya masih sama tapi updatenya akan selalu tertinggal. Belum lagi jika para pengajar tidak mau mengupdate ilmunya. Malah murid yang ilmunya up to date bisa-bisa disalahkan jawabannya. Faktor lainnya mungkin juga karena lemahnya penelitian tentang kedokteran di Indonesia. Disini (Jerman) di Rumah sakit pendidikan, selain menangani pengobatan pasien, dokter-dokternya pun rajin membuat penelitian, tentang keefektifan terapi, data pasien yang ditangani, sampai penelitian ke tingkat biologi molekular. Di Indonesia penelitian ini sepertinya sulit berjalan lancar. Pertama masalah dana, dan berikutnya mentalitas para pembimbing penelitian yang ingin selalu hasil yang signifikan. Kalau mendapat hasil yang tidak signifikan maka penelitian dianggap gagal. Jadi tak heran kalau di Indonesia masih terdapat juga manipulasi-manipulasi data untuk hasil penelitian.
Yah saya hanya bisa berharap mudah-mudahan Indonesia bisa membuka mata, tidak hanya mengambil hasil dari peneliti di Luar Negri, tetapi meneliti sendiri juga. Dan saya berharap juga bahwa ilmu kedokteran di Indonesia akan semakin maju, dan semakin bisa diakui di luar negri.
salam kenal..
ReplyDeletesaya secara tidak sengaja melihat2 dan membaca blognya..
saya seorang koasisten yg saat ini sedang semester 11. saya sangat ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. dan jujur saya tidak begitu setuju dengan sistem pendidikan spesialis di indonesia..dan sangat berminat utk melanjukan di luar,terutama jerman
boleh sharing pengalaman disana?
makasiiih :)
salam kenal,,
ReplyDeletesaya juga kebetulan membaca blognya dan sangat tertarik dengan tulisan2 mengenai dunia kedokteran di Jerman
saya seorang koasisten di Bandung, dan seperti sejawat di atas, saya juga tertarik dengan pengalaman anda belajar kedokteran di Jerman.
salam..
Hi Inidhila dan oktaramdani, salam kenal juga, sorry baru balas, sudah lama blognya tidak diupdate karena kesibukan...
ReplyDeleteuntuk info melanjutkan studi di Jerman bisa dilihat di http://infostudimedik.blogspot.com/
semoga membantu...
"Welcome to the web experts treatment of various types of diseases, do not forget to get the best health solutions here"
ReplyDeleteObat Malesma Paling Ampuh
Obat Psoriasis Paling Ampuh